Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan
karakter tidak saja merupakan tuntutan undang- undang
dan peraturan pemerintah, tetapi juga oleh agama. Setiap
Agama mengajarkan karakter atau akhlak pada pemeluknya.
Dalam Islam, akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka
dasar ajarannya yang memiliki kedudukan yang sangat penting,
di samping dua kerangka dasar lainnya, yaitu aqidah dan syariah.
Nabi Muhammad Saw dalam salah satu sabdanya
mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi
pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia. Akhlak
karimah merupakan sistem perilaku yang diwajibkan dalam
agama Islam melalui nash al-Quran dan Hadis. Sifat-sifat
khusus (akhlak) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw
maupun para nabi dan rasul yang lain adalah: (1) Shiddiq, yang
berarti jujur. Nabi dan rasul selalu jujur dalam perkataan dan
perilakunya; (2) Amanah, yang berarti dapat dipercaya dalam kata dan perbuatannya; (3) Tabligh, yang berarti menyampaikan apa saja
yang diterimanya dari Allah (wahyu) kepada umat manusia;
(4) Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai, sehingga
dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya;
(5) Ma‟shum, yang berarti
tidak pernah berbuat dosa atau maksiat kepada Allah. Sebagai manusia bisa saja nabi berbuat
salah dan lupa, namun lupa dan kesalahannya selalu mendapat
teguran dari Allah sehingga akhirnya dapat berjalan sesuai
dengan kehendak Allah.
Ajaran
suci Veda dan susastra Hindu lainnya memandang anak atau
putra sebagai pusat perhatian dan kegiatan yang berkaitan dengan
pendidikan. Dalam hal ini, umat Hindu meyakini bahwa karakter seorang anak sangat pula ditentukan oleh kedua orang tuanya,
lingkungannya dan upacara-upacara yang berkaitan dengan
proses kelahiran seorang anak. Ketika seorang anak lahir, maka
karakter seseorang dapat dilihat pada hari kelahirannya yang
disebut Daúavara (hari yang sepuluh), yaitu: “pandita, pati, sukha,
duhkha, úrì, manuh, mànuûa, ràja, deva, dan rakûaûa”. Demikian
pula pemberian nama kepada seorang anak dikaitkan pula
dengan karakter anak sesuai hari Daúavara-nya.
Agama
Kristen dan Katholik memandang penting karakter seseorang.
Seperti terlihat pada 2 Tesalonika 3 : 6 – 12. Alkitab memberi
contoh berbagai macam profesi seperti: Abraham sebagai
pengusaha, Yusuf sebagai kepala pelayanan & perdana mentri,
Samuel sebagai hakim, Daud sebagai gembala & raja, Petrus
sebagai nelayan, Lidia sebagai pedagang, Paulus dan Akhila
sebagai tukang tenda, Lukas sebagai dokter, Yesus sebagai
tukang kayu.
Agama Buddha juga sangat menekankan pentingnya karakter.
Menyadari
pentingnya karakter, dewasa ini banyak pihak menuntut
peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan
karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian
massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di
kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada
taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan
kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas
dan kualitas pendidikan karakter.
Agar
peserta didik memiliki karakter mulia sesuai norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat, maka perlu
dilakukan pendidikan karakter secara memadai.
Tujuan
pendidikan di SMP, termasuk pengembangan karakter, semestinya
dapat dicapai melalui pengembangan dan
implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu
pada standar nasional pendidikan (SNP). Di dalam SNP telah
secara jelas dijabarkan standar kompetensi lulusan dan materi
yang harus disampaikan kepada peserta didik. Karakter juga
termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta
direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari- hari.
Yang menjadi masalah adalah bahwa selama ini pengembangan
dan implementasi KTSP masih cenderung terpusat
pada pengembangan kemampuan intelektual.
Pada dasarnya telah dilakukan sejak lama, antara lain melalui
Sebagai
upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter,
Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand
design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand
design menjadi
rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan,
dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis
dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati
(Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual
development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development). Pengembangan dan implementasi pendidikan
karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design
tersebut.
Menurut
Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa
peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan
nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai
secara nyata. Pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu
segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya,
serta
perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah
diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter pada dasarnya dapat diintegrasikan dalam
Kegiatan
pembinaan kesiswaan yang selama ini diselenggarakan sekolah
merupakan salah satu media yang potensial untuk pendidikan
karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan pembinaan kesiswaan merupakan kegiatan pendidikan
di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,
dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan
oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang
berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan pembinaan
kesiswaan diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta
potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan
karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen
atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud
adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan,
dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan
di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara
lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum,
pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan,
dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan
karakter di sekolah.
No comments:
Post a Comment